Monday, September 08, 2008

Solusi Pengembangan Ekonomi Pedesaan

Oleh: AA Ola

MISKIN, rasa-rasanya rangkaian huruf-huruf yang membentuk kata ini masih sulit untuk dipisahkan dari kehidupan hampir sebagian besar masyarakat kita. Kita harus berani mengakui realita ini, karena pengakuan sudah merupakan modal sosial dalam rangka pengentasan kemiskinan. Tanpa ada pengakuan, maka sudah pasti tidak ada keinginan untuk mengatasinya.
Mengapa kemiskinan itu masih begitu sulit diretas? Menurut hemat penulis, salah satu penyebabnya karena sistem perekonomian yang masih timpang. Kita masih sangat berorientasi pada masalah pertumbuhan ekonomi, yang tidak melihat tingkat perkembangan perkonomian secara mikro seperti perkembangan pendapatan perkapita penduduk. Kita lebih cenderung melihat perkembangan perekonomian secara makro.
Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya akumulasi kapital pada orang atau golongan tertentu yang jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan sebagian besar masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Reformasi sebenarnya merupakan momen penyadaran akan ketimpangan tersebut, namun pada kenyataannya pergerakan perekonomian kita belum banyak menyentuh persoalan hakiki dari masyarakat miskin itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat sendiri belum sepenuhnya diberi kepercayaan untuk menata perekonomian sendiri.
Persoalan rendahnya nilai jual komoditi masyarakat menjadi bukti realita ini. Secara logika yang memiliki baranglah yang menentukan harga barang. Namun pada kenyataannya yang terjadi sebaliknya, pembeli yang menentukan harga barang. Ketergantungan masyarakat terhadap pemilik modal sangat tinggi, sementara di lain pihak intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar untuk sementara kalangan masih dianggap tabu. Bagaimana meretasnya? Badan Usaha Milik Desa salah satu solusinya.
Badan Usaha Milik Desa (atau disingkat BUMDes) merupakan badan usaha yang dikelola oleh desa dan berbadan hukum. Pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan peraturan desa.
Penulis yakin bahwa akan ada nada pesimistis ketika gagasan pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dikemukakan. Pihak yang pesimis ini berasumsi bahwa jangankan mengembangkan BUMDes, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja banyak yang bermasalah. Badan Usaha Milik Desa? Tentu saja pemikiran demikian ada benarnya mengingat masih banyak badan usaha pemerintah di tingkat kabupaten, propinsi bahkan di tingkat nasional yang bermasalah sehingga pengembangan BUMDes juga kelak akan mengalami permasalahan yang sama. Namun satu hal yang dilupakan bahwa asumsi demikian belum tentu benar, toh permasalahan desa berbeda dengan permasalahan di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat.

Permodalan
Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari pemerintah desa, tabungan masyarakat, bantuan pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.

Dengan modal tersebut BUMDes dapat membiayai berbagai usahanya antara lain,
  1. Pelayanan jasa yang meliputi : simpan-pinjam, perkreditan, angkutan darat dan air, listrik desa dan lain-lain sejenisnya.
  2. Penyaluran 9 (sembilan) bahan pokok masyarakat desa.
  3. Perdagangan sarana dan hasil pertanian, yang meliputi hasil bumi, pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan agrobisnis.
  4. Industri kecil dan kerajinan rakyat.
  5. Kegiatan perekonomian lainnya yang dibutuhkan oleh warga desa dan mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat.

Pada titik ini peran BUMDes sangat strategis mulai dari proses pra produksi, produksi sampai ke pasca produksi. Kondisi yang terjadi selama ini, proses pra produksi dan produksi sudah mendapat banyak sentuhan, namun pasca produksi, masyarakat masih dibiarkan sendiri dalam memasarkan komoditinya. Hal ini membuka peluang terjadinya market pressure yang bahkan menjurus ke kanibalisme pasar. Dan sudah dipastikan masyarakat akan berada pada posisi yang ditekan dan menjadi korban para kanibalis.
Melalui BUMDes semua komoditi masyarakat dibeli dengan harga yang pantas. Pada titik ini peran pemerintah dalam hal ini dinas perdagangan atau instansi lain yang memiliki fungsi sejenis, memfasilitasi BUMDes untuk memberikan informasi harga pasar dan menyiapkan akses pasar.
Manfaat yang diperoleh dari mekanisme yang dibangun ini adalah, pertama, nilai jual komoditi masyarakat semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan pendapatan masyarakat makin tinggi, sehingga di samping dipakai untuk biaya konsumsi, masih ada saving yang bisa dipakai untuk biaya kesehatan dan pendidikan serta untuk pengembangan usaha keluarga. Kedua, menetralkan harga pasar. Para pemilik modal tidak dapat seenak perut mematok harga komoditi. Masyarakat sebagai pemilik barang memiliki nilai tawar yang sama dengan para pembeli (pemilik modal). Ketiga, meningkatkan PADesa.


Dengan melihat pentingnya peran BUMDes dalam pengembangan perekonomian perdesaan, maka ada beberapa hal yang ditawarkan dalam rangka merancangbangun BUMDes antara lain:

  1. Akumulasi kapital internal. Akumulasi kapital yang diharapkan yaitu kapital ekonomi (simpanan dari anggota), pengembangan sumber daya manusia, pengelolaan kapital fisik desa (pasar desa, tanah kas desa) dll yang dapat juga dimanfaatkan sebagai kapital usaha produktif.
  2. Distribusi kapital eksternal. Kapital yang masuk ke desa (BUMDes) berupa kapital ekonomi yang berasal dari pemerintah desa, pemeritah kabupaten, pemerintah propinsi dan pihak ketiga.
  3. Unit Usaha dan Kemitraan. Pengembangan unit usaha baru dapat dilakukan merujuk pada kewenangan BUMDes. Keanggotaan BUMDes selain individu juga merupakan organisasi pelaku ekonomi lainnya seperti Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Kelompok Tani (KTN), Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dll. Dengan demikian BUMDes berperan sebagai induk atau payung bagi organisasi pelaku ekonomi desa untuk berhubungan dengan pihak-pihak di luar desa.
  4. Pembagian Sisa Hasil usaha (SHU). Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan bagian yang penting dalam pengembangan BUMDes. Hal inilah yang membedakan BUMDes dari badan usaha lainnya seperti pengusaha individu (CV) atau PT, dll.
    Tumpal P Saragi dalam bukunya berjudul Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa, Alternatif Pemberdayaan Desa menyebutkan lima tujuan pembentukan BUMDes yaitu :
  • peningkatan kemampuan keuangan desa.
  • pengembangan usaha masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan.
  • mendorong tumbuhnya usaha masyarakat.
  • penyedia jaminan sosial.
  • penyedia pelayanan bagi masyarakat desa.

Tujuan pembentukan BUMDes No a, c dan e sangat tergantung pada kewenangan yang dimilikinya. Sementara tujuan a dan d sangat ditentukan bagaimana pengalokasian SHU yang diperoleh. Dengan demikian maka alokasi SHU harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan BUMDes seperti pemerintah desa, pengurus BUMDes, LSM dan masyarakat (individu/keluarga atau organisasi sebagai anggota) merumuskan bersama distribusi SHU tersebut. Namun hal-hal pokok yang dapat dipertimbangkan adalah :

  1. Bahwa ada bagian tertentu yang dialokasikan untuk PADesa.
  2. Jasa pengurus.
  3. Bagian untuk anggota.
  4. Cadangan modal.
  5. Jaminan sosial.

Dari uraian di atas tampak bahwa BUMDes memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun sebuah model perekonomian yang berbasis masyarakat lokal (desa). Karena dari sana masyarakat bisa menganalisis sendiri persoalan yang dihadapi, merancang jenis kebutuhan yang dapat dipakai untuk menjawabi persoalan dimaksud dan melaksanakan sendiri kegiatan perekonomiannya mulai pra produksi, produksi dan pasca produksi. Peran pihak lain hanya sebatas pada peningkatan kapasitas BUMDes seperti

  1. Pemerintah berperan untuk memfasilitasi reformulasi kebijakan yang mendukung tumbuh kembangnya BUMDes.
  2. LSM berperan dalam pengembangan sumberdaya manusia (managemen yang handal), pengaturan sistem dan mekanisme akumulasi dan distribusi kapital, perbaikan administrasi dan perancangan imbal jasa serta pembagian keuntungan, inisiator usaha-usaha baru dan pengembangan jaringan.
  3. Pengusaha lokal berperan sebagai penampung hasil-hasil usaha masyarakat dan pemasok kebutuhan usaha masyarakat dengan harga yang menguntungkan kedua belah pihak.

Tahun 1997 lulus dari STPDN. Meraih gelar Magister Ekonomi Pembangunan UGM jurusan Pembangunan Daerah 2005. Kini bekerja pada BPMD Kabupaten Lembata

No comments: