Monday, July 07, 2008

Menanti Jalan Pembebasan

Oleh Hermin Pello, Frans Krowin, Hyeron Modo
ISRAEL, Mesir, dan NTT sama-sama gersang. Bedanya, petani kacang di Israel bisa beli mobil, di NTT tidak. Mengapa? Tanah Israel yang gersang itu bisa ditumbuhi aneka tanaman, seperti kacang-kacangan. Petaninya bekerja keras. Mereka membangun pipa- pipa air yang besar untuk mengairi tanaman pertanian. Seorang petani di sana (Israel) bisa memiliki berhektar-hektar lahan pertanian. Sebaliknya, di Mesir rakyatnya miskin karena mereka tidak mau bekerja keras.Ini kesaksian Christofel Liyanto, SE, salah satu pelaku usaha di Kota Kupang, ketika menghadiri diskusi terbatas bertajuk, "Membangun Ekonomi Lokal NTT," di Redaksi Pos Kupang, Rabu (18/6/2008). "Saya lihat penjual kacang di Israel bawa mobil. Walau gersang, tapi sejauh mata memandang ada macam-macam tanaman," tutur Christofel.Ketua Ikatan Sarjana Eknomi Indonesia (ISEI) NTT ini sengaja menceritakan tentang Israel karena kondisi wilayahnya hampir sama dengan NTT, gersang. Tetapi, mengapa masih banyak rakyat di NTT masuk kategori miskin sehingga mereka menerima bantuan langsung tunai (BLT) dan penerima beras untuk rakyat miskin (raskin)? "Ini karena motivasi dan etos kerja orang NTT masih rendah, banyak potensi sumber daya alam belum digarap optimal," katanya.Cerita Christofel sebenarnya mau mengingatkan kita bahwa kondisi NTT yang gersang bukan menjadi alasan untuk rakyatnya miskin. Keadaan bisa seperti di Israel jika kita memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi, serta didukung kebijakan pemerintah yang lebih terfokus pada pemberdayaan lahan pertanian yang ada. Ini yang harus kita pacu. Pemerintah harus serius memperhatikan etos kerja masyarakat di daerah ini. Pemerintah di tingkat propinsi harus membangun komitmen dengan pemerintah di kabupaten- kabupaten/kota di NTT untuk membuat suatu gebrakan membangun sektor pertanian dengan fokus pada satu sektor unggulan.Menurut Christofel, ISEI pernah menawarkan agenda kepada para paket calon gubernur/wakil gubernur saat mereka kampanye untuk melakukan dialog mengenai ekonomi NTT ke depan. Namun, agenda itu tidak bisa dilaksanakan karena para calon lebih tertarik membicarakan masalah di luar bidang ekonomi. Padahal, kata Christofel, sektor ekonomi menjadi salah satu tema yang sangat penting untuk didiskusikan.Terkait BLT dan pemberian raskin kepada rakyat miskin di NTT, Christofel menyarankan program pengetasan kemiskinan itu harus dievaluasi. Maksudnya, apakah gubernur/wakil gubernur baru nanti mampu meningkatkan (penerima BLT, Red) atau menghapus penerima BLT? Untuk lima tahun ke depan, mampukah gubernur/wagub mengurangi penerima BLT? Padahal siapapun yang menjadi gubernur selalu mempunyai program pengentasan kemiskinan. Gubernur NTT, Piet Tallo, mempunyai program Tiga Batu Tungku, salah satunya pengembangan ekonomi. Tetapi, kata Christofel,--bukan tidak menghargai beliau-- Pak Piet Tallo belum melakukan diskusi mengenai pemberdayaan ekonomi. "Mudah-mudahan gubernur baru nanti bisa, walaupun bukan berlatar belakang ekonomi, tapi setidak-tidaknya bidang ekonomi menempati skala prioritas utama. Bidang pendidikan dan kesehatan tentu tetap menjadi prioritas. Di bidang kesehatan kalau konsisten memberikan makanan (makanan tambahan, Red), maka anak busung lapar akan menjadi normal. Tetapi kalau dilepas, anak yang sudah normal akan menjadi busung lapar lagi," tegasnya.Pokok permasalahannya, menurut Christofel, adalah memberikan pekerjaan kepada orangtuanya. "Sopir saya anaknya empat orang, tapi tidak ada yang busung lapar karena memiliki penghasilan. Seharusnya kita konsentrasi pada masalah ekonomi. Apalagi pemerintah pusat sudah ada anggaran untuk gakin dan untuk sekolah. Pemerintah kita, dengan APBD yang ada, fokuskan pada masalah ekonomi, bukan dengan program macam-macam. Saya kasih contoh, di depan kantor gubernur, ada lahan kosong, orang menanam sayur-sayuran. Saya pikir, salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan mereka adalah beri mereka mesin pompa air sehingga mereka tidak susah-susah angkat air," kata Christofel.
Perlu POAC
Direktur Kepatutan dan Manajemen Risiko Bank NTT, Helena Beatrix Parera, mengatakan, yang perlu dibangun adalah orang-orang yang bisa memotivasi, memberi masukan sehingga ada gunanya untuk memberikan masukan bagi pemerintah yang baru. Jadi, untuk mengembangkan potensi unggulan NTT harus ada konsep yang global, yaitu konsep tentang bagimana menggerakkan dan membangun ekonomi lokal. Tetapi ada beberapa hal yang kurang diamati, yakni mengevaluasi secara berkesinambungan, mengontrol dan menghimpun data.Menurut Helena, pola untuk membangun ekonomi itu sangat sederhana dan sudah ada. Hal sederhana yang diperlukan untuk membangun ekonomi adalah planing, organizing, actuality dan control (POAC). Pola POAC ini, katanya, kalau dilakukan secara berkesinambungan, terkontrol, terorganisir, secara tuntas dan detail, bisa menghasilkan sesuatu sesuai rencana.Di dalam perencanaan (planing), pemerintah membutuhkan data dan sekarang saja kita lihat, data dari BKKBN dan data sensus tentang orang miskin, berbeda. Solusinya, pemerintah harus memfasilitasi sebuah lembaga independen, menggandeng biro ekonomi, tapi kerjanya independen untuk menjadi mitra kerja, misalnya, LSM yang punya kapasitas untuk membangun ekonomi. Jadi, ada lembaga atau badan yang pemerintah manfaatkan sebagai pusat data atau yang menghimpun dana sehingga dia bisa membuat suatu perencanaan untuk satu masa jabatan dengan data yang akurat. Ada data tapi tidak tersentralisasi, ada data tapi sepotong-sepotong. Setelah mengumpulkan data, bisa buat perencanaan anggaran untuk satu tahun. Terkait organisasi, kata Helena, pemerintah perlu membentuk semacam badan yang bekerja independen untuk mengkaji data. Pemetaan data yang sudah terjadi mengenai halangan atau faktor penyebab kegagalan. Contohnya, bantuan BUMN yang dulu misalnya Pertamina sebelum kampanye, bantuan kecil yang diserahkan lewat kami (Bank NTT) cukup banyak. Tapi masyarakat berpikir bahwa itu dana kampanye, jadi biar saja. Jadi, faktor kegagalan itu harus dipetakan desa per desa karena setiap desa berbeda-beda masalahnya. Setelah itu dicari solusinya? Di sini pemerintah perlu kerja sama dengan banyak pihak.Menurut Helena, falsafah untuk mengentaskan kemiskinan adalah ikan dan kail. Ikan itu untuk membantu orang miskin pada saat insidentil, misalnya saat terjadi bencana. BLT itu ikan, membantu orang miskin pada saat bencana atau pada saat BBM naik, ada raskin. Tapi itu tidak boleh berkesinambungan karena ikan tidak boleh terus menjadi ikan, tapi harus meningkat menjadi kail. Dan, setelah itu dikasih perahu. Itu bagus, kalau diterapkan di sini tetapi bagaimana equity, itu harus banyak komponen, ada pihak lain misalnya swasta. "Orang NTT yang pintar banyak, hanya perlu satu pola yang terpadu untuk bisa rangkul mereka. Inisiatif itu harus dari pemerintah dan DPRD," ujarnya.Alauddin Kamaluddin, pelaku usaha kecil menengah di Kota Kupang mengatakan, BLT yang dikucurkan pemerintah kurang mendidik. Karena yang datang ambil BLT pakai celana jeans, punya hand phone (HP) kamera dan pakai sepeda motor. Pertanyaannya, apakah orang itu tergolong orang miskin?
Harus Ada Pembebasan
Pengamat ekonomi dari Undana Kupang, Dr. Fred Benu, mengatakan, forum diskusi ini tidak menghasilkan barang baru bagi masyarakat khususnya bagi pemerintah. Kita sadar itu. Sadar, ada semacam gap antara kesadaran berpikir dengan realitas perilaku pengambil kebijakan. Pemerintah bukan tidak pahami ini, apa yang harus dilakukan? Ini berarti , kata Fred, fokus permasalahan bukan hanya soal pencerahan. Pencerahan sudah dilakukan di banyak forum diskusi seperti ini. Fokus tidak boleh berhenti pada pencerahan, tapi harus ada pembebasan, bahkan pertobatan. Tidak bisa mengharapkan dari entitas individu. Pencerahan seperti ini tidak hanya sekadar menghasilkan suatu pemikiran yang konstruktif, yang hanya disampaikan pada publik, dan kita hanya mendapat pencerahan, tanpa ada pembebasan. Menurut Fred, ini berarti ada tuntutan lebih bagi kita semua, bahwa pencerahan saja tidak cukup, sudah terlalu banyak yang ditulis Pos Kupang, Tidak cukup cerah kan kita. Pencerahan saja tidak cukup karena ada gap. Karena itu, harus ada pembebasan, Nah, bagaimana pembebasan ini. "Kita main pada konstruksi yang lebih lanjut, daripada hanya sekadar pencerahan. Saya melihat ini hanya main pada mikro, bagaimana di tingkat makro. Bukankah kita semua sudah paham dan pemerintah juga sudah paham apa sebenarnya sektor yang bisa diandalkan untuk mendorong kinerja perekonomian daerah ini?" katanya. Itu berarti, demikian Fred, harus ada sektor tertentu yang menjadi perhatian utama pemerintah. Maksudnya, membangun bidang pertanian misalnya, pemerintah harus fokus pada satu komoditi unggulan yang punya prospek ke depan. Bahwa kalau orang ini berpikir begini berarti harus ada suatu kebijakan terobosan khusus pada sektor itu sehingga mendorong dia untuk berkembang, bukan sekadar tahu, tapi bagaimana dia berbuat. Kalau pada tingkat makro NTT misalnya, saya sering katakan, selalu terjadi semacam paradoks. Kalau kita mau mendorong perekonomian daerah yang masih mengharapkan pada sektor primer, tidak bisa hanya pada tingkat hulu saja, harus terus sampai ke hilir. Kalau hanya urus ternak, kapanpun kita tidak akan maju. Kalau urus ternak hanya urus dagingnya saja, produksinya saja, tidak bisa. Tapi harus ada lanjutannya, apa di hilirnya. Itu baru bisa. "Saya sering katakan dalam forum diskusi bahwa perekonomian di NTT potensinya besar. Ibarat sebuah mobil, kapasitas enginenya cukup besar, yaitu di sektor primer misalnya ternak, perikanan, pertanian dan lainnya. Cuma susahnya, pemerintah sebagai driver tidak injak ekselelator untuk memaksa engine ini lari cepat, dia turun dan dia dorong saja. Kapan baru bisa terjadi akselerasi perekonomian, tidak ada," ceritanya.Kalau pemerintah sadar, katanya, sektor primer di pertanian, misalnya, peternakan masuk pertanian, itu yang digagas, itu yang dipacu. Kita pencet akselerasi biar lari, seperti yang Pak Alauddin katakan, akselerasinya kulit-kulit sapi, tidak perlu dibawa tapi poles dia,. Bangun industri, itu kan tipe agroindustri. Bukan industri skala besar, bukan pabrik semen. Bukan berarti kita anti industri besar, tapi ada satu sektor khusus yang menampung sebagian besar pelaku ekonomi rakyat di daerah ini. Kita tahu, basis ekonomi kita masih pada sektor pertanian, tapi yang saya katakan, driver-nya turun dan dorong karena akselelator primer itu bukan sektor pertanian. Menurutnya, sektor primer NTT adalah pertanian, tapi pertumbuhannnya berkisar dua persen hingga empat persen per tahun. Sedangkan sektor sekunder tumbuh antara empat persen sampail lima persen per tahun, dan sektor jasa bertumbuh antara tujuh persen sampai 10 persen. Namun, jasa di sini lebih didominasi oleh jasa pemerintahan.Fred mengatakan, dari data yang ada, basis ekonomi primer NTT di sektor pertanian sudah mencapai hasil pertumbuhan yang tidak bisa diharapkan lagi untuk mendongkrak peningkatan kesejahteraan rakyat dan pendapatan daerah. Ini karena banyak orang yang bermain di sektor tersebut, khususnya dalam kepemilikan lahan. Khusus ekonomi berbasis lahan, menurut Fred, produktivitas per kapita sudah turun. Kalau dulu kontribusi sektor ekonomi berbasis lahan (pertanian) mencapai 60 persen terhadap totalitas ekonomi regional NTT, tetapi sekarang hanya sekitar 41 persen sampai 42 persen. Kontribusi sudah di take over atau diambil alih oleh sektor lainnya karena itu harus dibuat rasionalisasi. Solusinya, kata Fred, menarik sebagian tekanan dari ekonomi berbasis lahan sehingga pertumbuhannya kembali dari tumbuh dengan kecepatan menurun menjadi tumbuh dengan kecepatan meningkat. "Saya percaya dan sudah sering ditulis, pemerintah tahu itu, tapi kita harus bahas bersama lagi. Bukan soal pencerahan lagi, tapi harus ada pembebasan pada tingkat pemerintahan. Bagaimana suatu soal benar-benar pemerintah paham, lalu bagaimana implementasinya, benar-benar terjadi atau tidak. Basis primer lain, kebijakan implementasi pemerintah lain, kita mau bergerak bagaimana. Bagaimana menjadi ikan besar kalau tidak ada back- up dari pemerintah? Jadi, untuk menggerakkan ekonomi rakyat NTT harus ada pembebasan di tingkat pemerintahan," tegas Fred. Kita menanti jalan pembebasan dari pemimpin baru NTT

No comments: