Friday, May 12, 2006

Poskup 110506

Rp 5,6 M untuk bangun 160 desa di Sikka

Maumere, PK
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka dalam tahun 2006 mengalokasikan dana untuk pembangunan 160 desa/kelurahan sebesar Rp 5,6 miliar. Setiap desa/kelurahan mendapat Rp 35 juta. Demikian Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Kabupaten Sikka, Drs. Cyprianus da Costa di ruang kerjanya, Senin (8/5).
Menurut Cypri, tahun ini dana untuk membangun desa/kelurahan lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Alokasi dana itu dipakai untuk membangun prasarana pemerintah desa/kelurahan seperti pembangunan atau rehabilitasi kantor desa atau lurah, pembangunan kantor BPD pembangunan balai dusun maupun pembangunan posyandu. Dana ini juga bisa digunakan untuk prasarana perhubungan, misalnya untuk membuka jalan baru, pemeliharaan atau perbaikan jalan desa, jalan lingkungan, pembangunan turap pengaman badan jalan, turap pengaman prasarana umum lainnya. Bisa pula dipakai untuk membuat saluran atau drainase atau tempat tambat perahu.
Selain itu, dana pembangunan desa bisa digunakan untuk prasarana ekonomi seperti pasar desa, budidaya rumput laut, budidaya tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi serta prasarana lainnya yang dapat menunjang program Pemkab Sikka.
Bukan hanya dana pembangunan desa/kelurahan yang mengalami kenaikan, lanjut Cypri, tapi juga biaya operasionaldesa/kelurahan mengalami kenaikan Rp 11,5 juta. "Tahun 2005 biaya operasional berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 8 juta dan tahun ini menjadi Rp 11,5 juta," jelasnya.
Namun untuk mendapatkan dana pembangunan desa maupun operasional desa, harus ada beberapa syarat, diantaranya memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tahun 2006, kepala desa atau lurah sudah membuat laporan pertanggungjawaban, surat pertanggungjawaban tahun sebelumnya dan harus ada rencana kegiatan pemanfaatan dana. "Jika syarat ini belum dipenuhi maka dana tidak bisa dicairkan," tegas Cypri. (ira)

Di Kabupaten Sikka
Perlu ada perda pengelolaan hutan

Maumere, PK
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Tenggara (Nusra), Fransisko Bero, S.H menegaskan, untuk mencegah terjadinya konflik antarnegara dengan masyarakat dalam masalah pengelolaan hutan di Kabupaten Sikka, perlu ada peraturan daerah yang mengatur mengenai pengelolaan hutan.
Fransisko Bero mengatakan hal itu usai kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Studi Dinamika Kebijakan Kehutanan di Sikka sebuah Peluang dan Tantangan yang digelar di Aula Sonia FM, Senin (8/5).
"Di Kabupaten Sikka belum ada perda yang mengatur mengenai pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Kegiatan ini untuk mendorong adanya suatu perda yang mengatur mengenai hal ini. Ini merupakan salah satu butir hasil kegiatan FGD yang direkomendasikan bagi produk kebijakan kehutanan berbasis masyarakat yang berpihak pada upaya pelestarian hutan dan pengentasan kemiskinan," jelasnya.
Pentingnya perda pengelolaan hutan berbasis masyarakat, ujar Bero, karena di satu pihak negara beranggapan kawasan hutan milik negara dan masyarakat tidak boleh masuk mengelola hutan. Sementara masyarakat merasa mempunyai hak untuk masuk ke dalam hutan dan mengelolanya.
"Nah, kegiatan ini untuk mendorong adanya perda sehingga bisa mengurangi konflik tersebut," jelasnya sambil menambahkan bahwa kegiatan FDC menghadirkan tiga ahli bidang pengelolaan hutan yakni dari Universitas Mataram dan Universitas Nusa Cendana.
Bero mengungkapkan, kegiatan diikuti berbagai pihak diantaranya LSM, masyarakat adat dan petani sekitar hutan, Dinas Kehutanan dan DPRD Sikka. Menurutnya, aktivitas berazas konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Sikka sudah berjalan sejak tahun 2002. Diantarnya, pengorganisasian, pemetaan partisipatif, studi banding hingga kajian kebijakan dan pembahasan perda telah dilakukan sepanjang kurun waktu tersebut.
"Dari beberapa kegiatan, ada beberapa keberhasilan kecil diantaranya pengorganisasian rakyat, peta dasar, naskah akademik, draf perda pengelolaan hutan berbasis masyarakat bahkan beberapa komunitas telah melakukan penataan wilayah kelola berdasarkan kesepakatan tata nilai lokal. Namun dalam perjalanan program ini mengalami kendala karena adanya jaminan keamanan kelola rakyat dan jaminan keseimbangan alam hutan," katanya. (ira)

Dialog keagamaan Flores-Lembata
Perlu ada kesejukan hubungan

Maumere, PK
Kegiatan dialog antara pemerintah daerah dengan lembaga keagamaan dan organisasi pemuda keagamaan se-daratan Flores dan Lembata yang diselenggarakan di Kota Maumere (11-12 Mei) diharapkan memberikan kesejukan hubungan antara agama maupun pemerintah daerah dan kelompok keagamaan di NTT. Hal ini dikemukan Kepala Biro (Karo) Bina Sosial (Binsos) Setda NTT, Drs. Sentianus Medi melalui Kepala Bagian Agama Biro Binsos Setda NTT, Drs. Djamal Ahmad, kepada wartawan di Maumere, Rabu (10/5).
"Kita mengharapkan agar siapapun yang menyampaikan pendapat dan ide-ide dalam dialog ini dapat mendukung upaya dalam menyamakan wacana dan meningkatkan upaya dialog yang telah berlangsung dengan baik selama ini. Karena itu, perlu adanya kesejukan yang keluar dari ide-ide maupun pendapat-pendapat dalam forum ini," kata Djamal. Karena itu kata Djamal, para pembicara maupun peserta dialog diharapkan memberikan masukan-masukan yang bermafaat bagi kelangsungan hubungan yang baik antar kelompok keagamaan di Flores dan Lembata.
Lebih lanjut, dia mengatakan, beberapa isu hangat saat ini antara lain tentang SKB pendirian rumah ibadah dan juga Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) bisa saja menjadi bagian dari dialog ini.
"Para pembicara dalam forum ini sangat menguasai bidangnya karena itu kita harapkan para peserta bisa mengambil nilai positif untuk kerukunan beragama di NTT dan mensosialisasikannya ke tingkat paling bawah," katanya.
Pada hari pertama, menurutnya selain acara pembukaan kegiatan akan diisi pembicara tunggal, Drs. H. Abdul Fatah, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Departemen Agama RI, dengan materi: "Kebijakan Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama dalam masyarakat pluralis Indonesia.’
Lebih lanjut Djamal menjelaskan, kegiatan ini akan dihadiri sekitar 100 peserta dari tujuh kabupaten di Flores dan Lembata. Setiap kabupaten akan mengutus beberapa peserta yang terdiri dari utusan pemda, Depag, tokoh agama dan perguruan tinggi.
Dia menambahkan, hasil yang diharapkan dari kegiatan dua hari ini, yakni adanya komitmen dari pemerintah daerah, pimpinan lembaga keagamaan dan organisasi pemuda keagamaan dalam upaya menciptakan kedamaian, kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama di NTT, terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif dalam pelaksanaan pembangunan di NTT termasuk bidak kehidupan beragama. Selain itu, adanya toleransi serta saling menghormati antar umat beragama di NTT.
Kegiatan dialog, kata Djamal, didanai APBD NTT melalui Biro Binsos Setda NTT. Pemprop NTT hanya bertindak sebagai fasilitator, sedangkan penyelenggara bermitra dengan tokoh agama. "Kegiatan serupa sudah dilakukan satu kali. Ini adalah kegiatan kedua. Ketua penyelenggara kegiatan adalah Sekretaris GMIT, Pdt. Jack Karmany, S.Th," katanya. (ira)

No comments: