Tuesday, May 02, 2006

Poskup 020506

Tersangka kasus dana purna bakti Sikka
Minta proses hukum dipercepat

Maumere, PK
Tersangka kasus dana purna bakti DPRD Sikka periode 1999-2004, minta pihak Kejaksaan Negeri (kejari) Maumere mempercepat proses hukum kasus tersebut sehingga tidak terkatung-katung dan mereka siap menerima segala putusan. Demikian Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Maumere, Suparman, S,H, didampingi Kasie Tindak Pdana Khusus (Pidsus) Moh Ginanjar, S,H, dan Kasie Intel, Aries Sugih Arto, S.H, di ruang kerjanya, Sabtu (29/4).
"Penyampaian agar penanganan hukum kasus ini secepatnya diselesaikan tidak hanya disampaikan penasehat hukum Drs. AMK, tapi juga disampaikan langsung pak AMK dalam pemeriksaan, Kamis (27/4) lalu," ujar Suparman. Dalam kesempatan itu, lanjut Suparman, permintaan ini disampaikan agar status hukumnya menjadi jelas dan tidak terkatung-katung. Drs. AMK juga menyatakan siap menerima segala konsekuensi dari keputusan secara hukum.
"Sebagai pimpinan dewan sesuai pasal 74 (1) UU nomor 22 tahun 2004 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD dan DPRD bahwa salah satunya adalah menjadi juru bicara DPRD sehingga apa yang menjadi aspirasi dari anggota maka pimpinan menjadi juru bicara," katanya.
Suparman menjelaskan, ide pimpinan dewan untuk menulis surat kepada Bupati Sikka tentang bantuan dana purna bakti karena berdasarkan informasi media massa di daerah lainnya juga dewan mendapat dana purna bakti oleh pemda setempat maka anggota dewan mendesak pimpinan dewan agar diminta dana purna bakti ke Pemkab Sikka. Penyampaian aspirasi di luar forum resmi tapi karena menyangkut aspirasi anggota dan sesuai pasal 74 sebagai juru bicara maka pimpinan menyampaikan surat tersebut.
Tersangka lainnya SW, kata Suparman, mengaku bingung karena dana yang diberikan dari Yanarti, tapi mengapa Pemkab Sikka minta kembali dana tersebut. SW juga bingung mengapa ditetapkan sebagai tersangka.
Menyangkut kasus dana purna bakti, Suparman mengatakan, jaksa sementara membuat pemberkasan dakwaan dan telah membuat surat permintaan ke Pengadilan Negeri agar menyita 53 dokumen yang ada kaitan dengan purna bakti. "Meski ijin presiden untuk memeriksa bupati dan wakil bupati Sikka belum ada namun sekarang jaksa sementara dalam proses pemberkasan untuk membuat dakwaan," tegasnya. (ira)
Hasil survai media di Flores
Sepertiga warga Flores ‘buta’ media

Maumere, PK
Tiga puluh enam persen masyarakat di Pulau Flores tidak memiliki akses terhadap radio, televisi, surat kabar maupun majalah dalam satu bulan terakhir ini. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena sepertiga warga masih belum terakses informasi atau masih ‘buta’ media.
Demikian kesimpulan Senior Program Officer Accsess Media dari Organisasi Pengembangan Internasional Swisscontact, Denny Herlambang Slamet, dalam acara Media Workshop di Aaula LP3I-Maumere, Sabtu (29/4).
Herlambang menjelaskan, data ini diperoleh dari 300 responden terkait penelitian media yang dilakukan Universitas Flores (Unflor) sepanjang bulan Februari hingga Maret 2006 di empat kabupaten yakni, Kabupaten Ngada, Ende, Sikka dan Kabupaten Flores Timur. Penelitian ini didukung Swisscontact dan Yayasan Pantau-Jakarta.
Dia menjelaskan, sekitar 37 persen responden mendengar radio lalu 34 persen responden menonton televisi dan hanya 21 persen membaca surat kabar. "Kecilnya akses masyarakat terhadap media lokal bisa jadi karena kecil pula angka kepemilikan pesawat radio dan televisi. Sekitar 28 persen dari rumah tangga di Flores yang memiliki pesawat radio dan 27 persen memiliki sebuah televisi.
Data lain yakni 40 pesern responden memiliki pekerjaan utama di bidang usaha kecil dan menengah (UKM), dan sebanyak 18,6 persen memiliki pekerjaan sampingan yang juga berhubungan dengan UKM.
"Hal yang sangat menarik ternyata bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan di bidang UKM sebanyak 45 persen mengatakan sudah memiliki rencana untuk usaha kecil. Kebanyakan ingin berdagang kaki lima dan jual beli barang. Sedangkan jenis usaha kedua adalah berdagang makanan keliling, warung dan menerima pesanan kue. Ini peluang bagi media, bagaimana surat kabar memberikan inspirasi kepada para wiraswasta bidang makanan dan boga dengan membuat beragam resep makanan," jelasnya. (ira)

102 Ribu mangrove belum dibayar

Maumere,PK
Sebanyak 30 anggota kelompok tani (KT) masing-masing KT Penyedap Rasa, KT Garam Mas dan KT Hogor Hini dari Kelurahan Wolomarang dan Kota Uneng, Kecamatan Alok yang melakukan pembibitan 102.000 anakan mangrove mendatangi gedung DPRD Sikka. Pasalnya, uang membayar anakan mangrove untuk proyek yang didanai APBD I NTT tahun 2005 hingga saat ini belum diterima petani. Para petani berharap agar uang itu segera dibayarkan kepada mereka.
Juru bicara Benediktus Bosco, S.Si, mengemukakan kepada Komisi B DPRD Sikka, dipimpin Jean Gabriel Parera. Hadir saat itu anggota komisi di antaranya Nikodemus Pele, Hasanudin Chalig, serta Kepala Dinas (Kadis) Kehutanan, Drs. Kornelis Nggala, di ruang komisi B, Sabtu (29/4).
Bosco mengungkapkan, awal September 2005, mereka didatangi pimpinan proyek (pimpro) dan secara lisan menunjuk kelompok melaksanakan proyek pembibitan mangrove. Pada bulan November 2005, pimpro kembali mendatangi ketua kelompok menyampaikan tiga hal secara lisan. Pertama, setiap anakan dihargai Rp 1.400,00. Kedua, biaya transportasi anakan ke lokasi dibebankan pada kelompok berkisar Rp 100,00-Rp 200,00/anakan tergantung jarak ke lokasi penanaman. Ketiga, insentif ke kelurahan dan lembaga terkait lainnya juga dibebankan kepada kelompok.
Berdasarkan rencana, papar Bosco, anakan mangrove akan diangkut ke lokasi pada awal Desember 2005 tapi kenyataannya pengangkutan baru bisa berjalan mulai pertengahan Januari 2006 hingga awal Maret 2006. Kelompok juga disuruh membuka buku rekening kelompok dan hingga saat ini masih disimpan di Dishut dan Perkebunan Sikka.
Dia menjelaskan, tanggal 3 April 2006, ada kelompok datang ke dinas menanyakan waktu pencairan dana lalu dijanjikan akan ditransfer pada 15 April. Namun, pimpro datang ke kelompok dan menjelaskan dana itu belum bisa dicairkan. Pada tanggal 20 April, kelompok kembali mendatangi r dinas minta penjelasan, tetapi jawaban yang diberikan kurang memuaskan dan hingga Sabtu (29/4) belum ada realisasi.
"Kami tidak mengerti, proyek ini adalah proyek tahun 2005 dari APBD NTT dan realisasinya sudah 100 persen tapi uang untuk pembuatan bibit elum dibayar. Sementara mereka yang menanam anakan sudah mendapat upahnya," ujarnya
Terkait masalah ini, Komisi B DPRD Sikka merekomendasikan kepada Dishut dan Perkebunan Sikka segera menghubungi Dishut NTT agar segera merealisasikan pembayaran uang proyek tersebut. (ira)

No comments: