Tuesday, April 25, 2006

Poskup 220406

Selamat datang Uskup Maumere (2)
Dekat, tapi bukan politis
DALAM sejarahnya, jabatan uskup tak jarang menjadi sangat dekat dengan jabatan politis. Pada abad pertengahan, misalnya, terjadi kolusi yang erat antara banyak uskup dengan para raja dan pejabat politik lainnya. Tidak jarang, kolusi seperti ini terjadi di atas punggung para umat beriman yang menderita dan tersingkirkan.
Karena itulah, Konsili Vatikan II (rapat umum para uskup se-dunia) kembali menegaskan inti tugas dari uskup. Konsili Vatikan menekankan peran pastoral dari jabatan uskup dengan menguraikan kembali tiga tugas Kristus yang mesti dijalankan para uskup. Sejalan dengan tugas Kristus (pemberi wewenang) sebagai imam, nabi dan raja, demikian pun seorang uskup dalam jabatannya menjalankan tugas sebagai imam dalam ibadat, guru dalam mengajar dan pelayan dalam kepemimpinannya (kegembalaannya).
Dalam tugas mengajar (munus docendi), uskup mewartakan injil. Inilah tugas paling luhur seorang uskup. Melaluinya ia mengajarkan jalan yang diwahyukan Allah kepada umat untuk memperoleh keselamatan. Ia memanggil umat beriman dan meneguhkan iman mereka melalui pengajaran tentang hal ihwal kehidupan kristiani dalam segala aspeknya. Tanpa merelativisasi ajaran iman seorang uskup tetap selalu memperhatikan cara penyajian yang up to date agar sungguh menyapa umat dalam situasinya.
Berkaitan dengan tugas menguduskan (munus sanctificandi), seorang uskup sesungguhnya diangkat untuk melayani hal-hal yang berkaitan dengan bakti kepada Allah, persembahan dan korban penyilih dosa. Uskup dikaruniai kepenuhan sakramen tahbisan (tahbisan tertinggi). Karenanya, baik para imam maupun diakon dalam menjalankan kuasa mereka sangat bergantung pada uskupnya. Seorang imam atau diakon hanya dapat melaksanakan tugas pelayanan sakramentalnya secara sah di dalam Gereja Katolik apabila dia mendapat yurisdiksi dari uskup. Uskup berkewajiban membimbing, mengarahkan dan memajukan kekudusan imam dan umatnya serta membawa mereka pada persatuan dengan Kristus.
Dalam kaitan dengan tugas penggembalaan (munus regiminis), seorang uskup hendaknya selalu tinggal di tengah umat sebagai pelayan yang setia, gembala yang baik, dan bapa yang penuh cinta. Dalam tugas kegembalaan ini seorang uskup bekerja sama dengan imam sebagai rekan sekerja dalam karya kerasulannya.
Meskipun ada yang berkarya dalam bidang pelayanan kategorial, umumnya seorang uskup bertugas pada suatu wilayah gereja partikular atau keuskupan (dioses). Uskup kategorial misalnya Duta Vatikan (Nuntius), yang biasanya ditahbiskan sebagai uskup. Kendati menjalankan tugas kategorial tanpa hubunganlangsung dengan jemaat tertentu, namun masih tetap ada jejak keberlekatan jabatan ini pada jemaat. Sebab itu, seorang uskup kategorial selalu ditahbiskan sebagai uskup tituler untuk sebuah keuskupan yang pernah ada namun kini sudah tidak ada lagi.
Istilah dioses itu sendiri muncul pada zaman keemasan kekaiseran Romawi. Dioses berarti daerah administratif (dari bahasa Yunani dioikesis). Gereja kemudian mengambil alih istilah ini dan menggunakannya dalam arti keuskupan, wilayah ‘kekuasaan’ seorang uskup. Ada uskup yang memegang peranan koordinasi dan pengawasan atas wilayah yang lebih luas dari keuskupannya (provinsi gerejawi). Maka dikenallah istilah uskup metropolit atau lazim disebut uskup agung. Sedangkan uskup yang lain disebut uskup sufragan.
Dalam menjalankan tugasnya, uskup tidak sendirian. Secara ke dalam, uskup dibantu oleh rekan kerjanya yang diserahi tugas berdasarkan hukum ilahi (imam dan diakon) atau berdasarkan hukum gerejani (uskup pembantu, Vikjen, Vikep dan deken, kuria dan panitia keuskupan). Secara keluar, ia menjalin kolegialitas (kerekanan) dengan sesama anggota dewan para uskup yang dikepalai oleh paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, atau gereja sejagat.
Bagaimana uskup dipilih?
Pemilihan uskup jauh dari alur-alur demokratis seperti halnya pemilihan eksekutif, legislatif dan kepala daerah di tanah air kita. Umat Allah sebagai anggota gereja tidak mengambil bagian secara langsung dalam proses pemilihan seorang uskup. Namun proses pemilihan seperti itu tetap benar pada dirinya sendiri. Siapa sebenarnya yang memilih dan menentukan seseorang untuk jabatan uskup? Siapa-siapa saja yang dikatakan layak untuk jabatan itu?
Dalam gereja terdapat kelompok (biara, kapitel atau dewan) yang berhak memilih orang dengan kualitas tertentu untuk memangku suatu jabatan, misalnya superior, abas dan uskup. Menurut Hukum Kanonik, pemilihan diselenggarakan oleh orang yang berhak menurut hukum. Hak ini dilaksanakan dalam kaitannya dengan dua hal berikut. Pertama, hak untuk memilih orang-orang yang dianggap layak untuk mengisi jabatan gerejani yang lowong tanpa pengesahan dari kekuasaan yang lebih tinggi. Misalnya pemilihan Paus oleh Dewan Kardinal. Kedua, memilih calon bagi jabatan tertentu yang perlu mendapat pengukuhan dari kuasa yang berwewenang. Misalnya, pemilihan uskup oleh dewan katedral di beberapa negara yang mempunyai hak khusus.
Uskup diangkat secara bebas oleh Paus tanpa campur tangan siapa pun. Kendatipun hal ini dapat terkesan sewenang-wenang, namun memperhatikan sejarah gereja, maka sebenarnya fakta ini merupakan suatu perkembangan positif yang mulai tampak pada abad 14. Pada waktu-waktu sebelumnya pemilihan uskup sebagai pejabat gereja sering tidak luput dari campur tangan penguasa-penguasa publik seperti raja. Mereka turut terlibat dalam memilih dan menentukan orang-orang yang layak untuk jabatan uskup.
Dewasa ini, meskipun Paus mengangkat dan menentukan orang-orang yang layak secara bebas, ia juga tetap memperhatikan suara-suara dari pemimpin gereja partikular ataupun konferensi waligereja tertentu. Para pemimpin gereja partikular dalam diri dewan imam mengajukan para calon uskup kepada Paus melalui duta Vatikan. Duta Vatikan selanjutnya meminta pertimbangan dari berbagai pihak yang dipandang mengenal calon, termasuk awam dan presidium waligereja.
Dalam hal ini para Duta Vatikan memegang peranan penting. Mereka meneliti satu demi satu calon-calon yang disebutkan dalam daftar sambil terus memperhatikan saran-saran uskup agung atau sufragan dari provinsi yang membutuhkan uskup tersebut. Selain itu mereka juga tidak boleh mengabaikan pendapat dari dewan penasehat keuskupan, dewan imam, klerus sekulir dan religius serta pendapat kaum awam yang ungggul dan dianggap cukup bijaksana. Pendapat-pendapat ini diambil satu demi satu secara rahasia. Hasil penyelidikan itu dikirim ke takhta apostolik untuk dijadikan bahan pertimbangan. Berkaitan dengan hal ini keuskupan Basel (Swiss) mendapat pengecualian. Di Keuskupan Basel dewan katedral langsung memilih seorang uskup yang diakui Paus di antara tiga orang calon, asalkan saja tidak ada halangan kanonik.
Siapa yang sebenarnya layak untuk jabatan uskup? Kanon 378 art. 1 menyebutkan syarat-syarat bagi seorang calon uskup sebagai berikut: seorang calon uskup adalah seorang imam yang unggul dalam iman, hidup baik, saleh, punya semangat merasul, bijaksana, arif dan sifat-sifat lainnya yang membuatnya layak untuk jabatan tersebut. Ia juga harus mempunyai nama baik. Sekurang-kurangnya berusia tiga puluh lima tahun dan sekurang-kurangnya sudah lima tahun ditahbiskan imam. Selain itu, mempunyai gelar doktor atau sekurang-kurangnya lisensiat dalam Kitab Suci, Teologi atau hukum kanonik yang diperolehnya pada lembaga pendidikan lanjut yang disahkan takhta apostolik, atau sekurang-kurangnya mahir sungguh-sungguh dalam mata kuliah-mata kuliah itu. (tony kleden-kmkl/bersambung)

Friday, April 21, 2006

Poskup 210406

Selamat datang Uskup Maumere (1)
Pengemban jabatan rasul


Pengantar Redaksi
MINGGU 23 April 2006, bumi Sikka mengukir sejarah. Pada Minggu Putih (Minggu setelah Hari Raya Paskah) ini, umat Katolik di Sikka resmi memiliki seorang uskup. Tetapi, siapakah sesungguhnya seorang uskup? Seperti apa jabatannya? Mengapa ada uskup agung? Siapakah uskup sufragan? Ikuti tulisan tentang uskup mulai hari ini yang diramu Kelompok Menulis Koran Ledalero (KMK-Ledalero) dan wartawan Pos Kupang, Tony Kleden.

MAUMERE mesti dan harus berbangga. Medio tahun 1988, Tahun Maria (nasional) digelar di kota panas ini. Oktober 1989, mendiang Paus Yohanes Paulus II, menjejakkan kaki dan ‘meletakkan kepala’-nya di kota tsunami ini. Sekarang Gelora Samador, gelora yang sama, akan menjadi sorotan mata seluruh warga Sikka, ketika Romo Vinsensius Sensi Potokota, Pr, resmi diurapi menjadi Uskup Maumere.
Setelah menerima urapan dari uskup pentahbis dalam upacara misa meriah itu, sang gembala akan berpaling kepada umat dan dengan seruan dari uskup pentahbis: "Inilah uskupmu", sang uskup baru itu diperkenalkan kepada seluruh umat. Selanjutnya, dengan tongkat di tangan, beliau akan memberkati umatnya. Inilah titik mulai sebuah perjalanan penggembalaan kawanan domba di tanah Sikka ini. Seorang uskup, bapak dan gembala hadir di antara umatnya.
Kata uskup secara etimologis berasal dari kata bahasa Yunani, episkopos yang berarti penilik atau pengawas. Term ini memang jarang dipakai dalam Kitab Suci (Kis 20:28; Fil 1:1; 1 Tim 3:1-7; 1 Ptr 2:25). Di dalam teks-teks ini peran uskup dapat disebut sebagai pengawas atau penilik kehidupan jemaat dalam kesetiaan kepada ajaran para rasul. Gereja sebagai kumpulan orang-orang yang mengimani Kristus sebagai Putera Allah memang membutuhkan struktur dan jabatan-jabatan tertentu, yang belum serentak jelas pada awalnya. Kurangnya penyebutan pengertian uskup di dalam Kitab Suci menunjukkan bahwa pada awal terbentuknya gereja, ada banyak model komunitas masing-masing dengan struktur kepemimpinannya sendiri. Kenyataan ini terjadi hingga sekitar awal abad pertama.
Dalam perkembangan gereja selanjutnya, ketika pertambahan jumlah umat begitucepat, dibutuhkan ketegasan dan kejelasan mengenai jabatan dan fungsi pengabdian yang mengacu pada ajaran para rasul dan meneruskan karya-karya mereka. Jabatan-jabatan gerejani yang terbentuk di satu pihak harus menunjukkan kesetiaan kepada sumbernya, tetapi pada pihak lain mesti disesuaikan dengan tuntutan pelaksanaan tugas-tugas yang diemban oleh gereja, yakni martyria (kesaksian iman), leiturgia (kebaktian) dan diakonia (pelayanan). Berdasarkan pertimbangan ini, lalu dikenal tiga tingkatan jabatan yaitu penilik/pengawas (episkopos), penatua (presbyteros) dan pelayan (diakonos). Struktur ini kemudian berkembang menjadi struktur hierarkis yang terdiri dari uskup, imam dan diakon seperti yang kita kenal sekarang sesuai dengan tingkatan tahbisannya.
Jabatan uskup dalam Gereja Katolik berakar dalam tradisi para rasul. Iman dan ajaran para rasul yang diteruskan kepada jemaat membutuhkan jabatan tertentu di dalam gereja yang memberikan jaminan akan orisinalitasnya. Sebab itu, seorang uskup adalah pewaris jabatan dan panggilan para rasul. Para rasul disebut juga kelompok keduabelasan, yaitu mereka yang sudah terbentuk waktu Yesus masih hidup bersama mereka. Iman yang mereka dengar dan hayati berdasarkan kedekatan dan pengalaman dengan Yesus, kini dijamin keabsahan dalam penerusannya oleh para uskup, yang diyakini sebagai orang-orang yang diberi anugerah khusus untuk itu. Sejak Tertullian dan Ireneus dikenal istilah successio apostolica untuk menunjukkan jaminan keberlangsungan iman yang benar tersebut. Yesus memanggil orang-orang yang dikehendakiNya untuk melayani saudara/saudariNya. Dalam hal ini diyakini pula bahwa Yesus sendirilah yang menjadikan berbagai jabatan untuk melayani kesejahteraan gereja, tubuh mistikNya. Uskup adalah pewaris jabatan pelayanan para rasul.
Jabatan uskup disahkan melalui penumpangan tangan dan doa dalam upacara pentahbisan oleh uskup lain. Meskipun demikian, tetap Tuhan sendirilah yang memberi kekuatan dan kemampuan. Jabatan uskup sebagai kelanjutan jabatan para rasul berdasarkan pada kehendak Kristus. Yang utama di sini adalah bahwa jabatan uskup, sebagaimana jabatan para rasul, adalah jabatan pelayanan. Para rasul melayani umat beriman agar semakin berakar di dalam kesatuan iman yang hidup dengan Allah yang diwartakan Kristus. Bersama Kristus, para rasul menghayati pelayanan mereka sebagai keberpihakan terhadap orang-orang yang lemah dan tertindas. Kesatuan dengan iman para rasul yang ditunjukkan uskup mesti menjadi nyata dalam keberpihakan yang jelas terhadap kelompok orang yang menjadi pilihan keberpihakan Yesus dan para rasulnya.
Dari sini jelaslah, bahwa adanya jabatan uskup di dalam gereja lahir dari kebutuhan akan adanya jaminan orisinalitas iman yang berakar pada para rasul. Jabatan ini diperlukan agar gereja tetap setia pada tugasnya, supaya ada kontinuitas dengan iman dan penghayatan para rasul. Iman yang apostolis/rasuli ini mempersatukan umat. Jabatan uskup adalah personifikasi kesatuan iman dandengan demikian juga kesatuan jemaat. Dalam arti ini, uskup membentuk gereja atau jemaat setempat. Kesatuan dengan uskup merupakan jaminan kesatuan dalam gereja. Sebab itu, dalam gereja dikenal pernyataan: "Di mana uskup, di sana gereja". Gereja tidak dapat dilepaskan dari kesatuan dengan uskup, sejauh uskup bersatu dan menunjukkan kesetiaan pada tradisi para rasul yang melayani. Peran penjamin kesatuan dan kontinuitas ini menjadi alasan, mengapa di dalam Gereja Katolik hanya uskup yang berhak menahbiskan seseorang ke dalam satu jabatan hirarkis, entah sebagai diakon, iman atau uskup. (bersambung)
Pentahbisan Uskup Maumere
Ribuan tamu mulai berdatangan

Maumere, PK
Tiga hari menjelang upacara pentahbisan Uskup Maumere, Mgr. Vinsent Sensi Potokota, Pr, ribuan tamu dan umat mulai berdatangan ke Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Pantauan Pos Kupang, Kamis (20/4), para tamu berdatangan Maumere baik melalui jalur udara maupun darat.
Sejumlah penginapan di kota itu juga dipadati para tamu bahkan beberapa wisatawan Perancis yang ditemui di Bandara Waioti mengatakan mereka mendapat tempat penginapan di kampung Sikka. Suasana Kota Maumere dan sekitarnya tampak lebih ramai daripada hari-hari sebelumnya.
Dua dari 30 uskup se-Indonesia yang akan mengikuti upacara pentahbisan sudah tiba di Maumere sejak Selasa (18/4). Demikian juga dengan utusan koor dari Kevikepan Bajawa dan Ende sebanyak 200 orang sudah tiba di Maumere.
Ditemui di Gelora Samador-Maumere, Kamis (20/4), Ketua Umum Panitia Pentahbisan Uskup Maumere dan misa Pontifikal, Drs. Alexander Longginus mengungkapkan, sekitar 30.000 orang akan menghadiri acara pentahbisan tersebut meskipun undangan yang disebarkan hanya 4.300 undangan.
Saat memberikan keterangan kepada wartawan, Longginus yang juga Bupati Sikka itu didampingi Vikep Maumere, Rm Frans Fao, Pr, Kapolres Sikka, AKBP Drs Endang Syafruddin, Drs Yoseph Ansar Rera, Drs. AM Keupung, dr. I Henyo Kerong dan unsur panitia lainnya.
Menurut Longginus, undangan yang dipastikan akan hadir di antaranya konsuler kedutaan Vatikan, Kardinal Julius Darmaatmadja, para pimpinan eksekutif Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), rombongan uskup Jepang, 30 uskup se-Indonesia dan tiga administrator. Sementara tamu dari unsur pemerintahan antara lain Dirjen Bimas Katolik, anggota DPR RI/ DPD dari NTT, Gubernur dan muspida, pimpinan dan anggota DPRD NTT, Bupati dan wakil bupati Kupang, Bupati dan wakil bupati Ende, Bupati Ngada, Wakil Bupati Belu, Bupati Lembata, Bupati Manggarai, Bupati dan Wakil Bupati Flotim serta tokoh masyarakat Flores dari Jakarta dan berbagai daerah lainnya di Indonesia..
Beberapa kegiatan menjelang pentahbisan di antaranya pameran di Gelora Samador yang dibuka Sejak hari Selasa (18/4) hingga Jumat (21/4), sementara kegiatan hari ini berupa gladi untuk acara liturgi dan latihan koor bersama dari Kevikepan Maumere, Ende dan Bajawa.
Panitia juga telah mempersiapkan beberapa tempat untuk penginapan di antaranya Ledalero, Ritapiret, Biara Sang Timur, Biara Pasionis Nilo, Hotel Wailiti, Winirai, Maiwali, Gardena, Pelita, Permata Sari, Sao Wisata serta ruangan VIP di RSUD TC Hillers Maumere dan Asrama Transito Maumere. (ira)

Friday, April 07, 2006

Poskup 070406

KAE kehilangan gembala
Ende, PK
Sekitar sejuta umat Katolik Keuskupan Agung Ende (KAE) kehilangan sang gembala. Uskup Agung Ende, Mgr. Abdon Longinus da Cunha, Pr, meninggal dunia di Rumah Sakit Abdi Mulyo-Jakarta, Kamis (6/4) dini hari, sekitar pukul 02.10 WIB. Beliau meninggal akibat serangan jantung.
Wakil Direktur Pusat Pastoral (Puspas) Keuskupan Agung Ende, Romo Frans X Deidhae, Pr, yang ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Kamis (6/4), mengaku pertama kali mendengar informasi meninggalnya Mgr. Longinus dari Romo Efraim Pea, Pr yang mendampingi almarhum pada detik-detik menjelang kematiannya.
Berdasarkan keterangan Romo Efraim, demikian Romo Frans, menjelang kematiannya almarhum menginap di Wisma Keuskupan Agung Jakarta. Sekitar pukul 01.00, Kamis (6/4), beliau mendadak sakit jantung. Semula hendak dibawa ke Rumah Sakit St. Carolus Jakarta, namun karena dalam keadaan kritis, maka almarhum dibawa ke RS Abdi Mulyo, karena jaraknya paling dekat dengan Wisma Keuskupan. Di RS Abdi Mulyo almarhum mendapat perawatan intensif, namun pada pukul 02.10 WIB beliau menghembuskan nafas terakhir.
Secara terpisah, Uskup Maumere, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr, yang ditemui di Istana Keuskupan Agung Ende di Ndona, mengaku mengetahui kabar kematian almarhum dari Direktur Puspas Keuskupan Agung Ende, Romo Syrilus Lena, Pr. Saat itu Mgr. Sensi tengah tertidur di Istana Keuskupan Agung Ende. Sekitar pukul 02.30 Wita, Romo Syrilus mengetuk pintu kamar dan memberi tahu bahwa Uskup Longinus sudah meninggal di Jakarta.
"Sebenarnya pada malam itu saya ingin tidur di Puspas, namun entah kenapa pada pukul 10.00 malam saya memutuskan untuk tidur di Istana Keuskupan Agung Ende," tutur Mgr. Sensi.
Uskup Sensi mengatakan, setelah meninggal dunia, Uskup Longinus sempat dibawa ke RS St. Carolus Jakarta untuk dimandikan. Selanjutnya, Kamis pagi jenazahnya disemayamkan di Gereja Katedral Jakarta dan pada pukul 19.00 Wita diadakan misa requiem dipimpin Uskup Agung Jakarta, Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ. Misa juga berlangsung di semua keuskupan se-Indonesia.
Menurut dia, jenazah almarhum akan diterbangkan ke Denpasar pada Jumat pagi (7/4) menggunakan pesawat Garuda, dan dari Denpasar-Bali jenazahnya langsung diterbangkan ke Ende menggunakan pesawat carteran. Menurut rencana, jenazah almarhum tiba di Ende sekitar pukul 16.00 Wita, dan akan disemayamkan di Gereja Katedral Ende sampai Senin (10/4) siang. Sorenya jenazah almarhum akan dibawa ke Istana Keuskupan Agung Ende di Ndona untuk dimakamkan.
Uskup Sensi mengatakan, pemakaman almarhum ditunda hingga Senin (10/4) untuk memberikan lebih banyak kesempatan kepada umat Keuskupan Agung Ende untuk melihat terakhir kali jenazah almarhum.
Selama dalam perjalanan dari Jakarta jenazah almarhum akan didampingi oleh Romo Efraim Pea dan salah satu keponakan beliau, Alberto. Upacara pemakaman almarhum rencananya akan dihadiri oleh Sekretaris Kedutaan Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Novatus. Kepala Banwas Kabupaten Ende, Drs. Anton David Dala, yang dihubungi Pos Kupang per telepon ke Jakarta mengatakan, ratusan umat Katolik terutama dari Flores memadati Gereja Katerdal guna melayat almarhum.
Kematian Uskup Longinus mengejutkan warga Kota Ende. Sejak Kamis dini hari warga terlihat saling menceritakan tentang kabar kematian uskup. Hampir semua tempat keramaian, baik diperkantoran pemerintah maupun swasta, para pegawai sibuk menceritakan kabar kematian uskup.
Kamis (6/4), Bupati Ende, Drs. Paulinus Domi, dan Sekretaris Kabupaten Ende, Drs. M Iskandar Mberu, mendatangi Istana Keuskupan Agung Ende di Ndona guna menyampaikan ucapan belasungkawa. Di Istana Keuskupan mereka diterima oleh Uskup Maumere, Mgr Vincentius Sensi Potokota, Pr.
Kepada Pos Kupang, Bupati Paulinus Domi mengatakan, atas nama pemerintah dan juga masyarakat Kabupaten Ende dia menyatakan berdukacita yang sedalam-dalamnya atas kematian Yang Mulia Uksup Agung Ende, Mgr. Abdon Longinus da Cunha, Pr. Bupati Domi mengatakan, dengan kematian Uskup Longinus berarti Kabupaten Ende telah kehilangan seorang tokoh agama yang selama ini secara bersama-sama telah ikut membangun masyarakat Kabupaten Ende.
Sementara itu untuk menyambut jenazah almarhum di Istana Keuskupan Agung Ende di Ndona terlihat sejumlah biarawan/biarawati dan juga tokoh umat sibuk menyiapkan segala perlengkapan dan juga surat-surat. Di pendopo keuskupan terpampang sebuah foto berkuran besar, potret Mgr. Longinus. Sejumlah karangan bunga dari berbagai instansi pemerintah dijejer rapi di sekitar foto. Sedangkan di depan Gereja Paroki Ndona umat Paroki setempat terlihat menyiapkan tenda guna menampung umat yang akan datang menghadiri acara pemakaman. (rom)

Poskup 070406

"Kita bertemu di Ende...."
MANUSIA boleh merenca-nakan, namun Tuhan jualah yang menentukan. Itu mungkin kata-kata yang pas untuk melukiskan perasaan hati seorang Uskup Maumere, Mgr. Vincent Sensi Potokota, Pr.
Hari Kamis (6/4), semesti-nya menjadi hari bahagia bagi Mgr. Sensi untuk kem-bali bertemu dengan Uskup Agung Ende, Mgr. Abdon Longinus da Cunha, Pr, se-telah sekitar dua bulan lebih berpisah. Janji untuk berte-mu pun telah diikrarkan oleh keduanya. "Saya pulang hari Kamis (6/4), kita bertemu di Ende," kata Uskup Sensi kepada Pos Kupang, kemarin, menirukan ucapan Mgr. Longinus kepadanya. Berbe-kal janji tersebut, Mgr. Sensi meninggalkan Maumere menuju Ende hari Rabu (5/4) guna bertemu Mgr. Longinus.
Warga Keuskupan Agung Ende yang telah ditinggal-kan sang gembalanya sekitar dua bulan berharap cemas agar sang gembala segera pulang guna berkumpul bersama domba-dombanya. Penantian itu membawa angin segar ketika diperoleh kabar bahwa Uskup Longinus telah tiba di Jakarta dari Roma, 1 April lalu dan menurut rencana kembali ke Ende, Kamis, 6 April 2006.
Uskup Longinus benar-benar menepati janjinya untuk pulang ke Ende pada hari Kamis (6/4), namun tidak dalam wujud seorang gembala yang gagah perkasa, tetapi berupa kabar yang menyedihkan, kematian.
Kepergian Uskup Longinus meninggalkan kesedihan mendalam bagi Uskup Sensi karena pada tanggal 23 April mendatang, ia ditahbiskan Uskup Longinus menjadi Uskup Maumere. "Saya harus mencari uskup baru, namun saya belum tahu siapa karena saat ini saya sedang memikirkan kematian beliau," kata Mgr. Sensi dengan mata berkaca-kaca menahan haru.
Bagi sebagian orang, kematian mungkin hal yang menakutkan, namun tidak bagi Uskup Longinus. Sebab, sebelum berangkat ke Roma guna mengikuti seminar para uskup, beliau sempat mengatakan, "Kepergiannya kali ini mungkin untuk selamanya." Dan, jika kemungkinan itu terjadi, Uskup Longinus meminta agar dikuburkan di depan gereja lama Paroki Ndona.
"Beliau memang sempat meminta agar halaman depan bekas Gereja Paroki Ndona dijadikan kuburan untuk para imam projo. Dan, beliau minta agar dia yang pertama dikuburkan di situ," kata Romo Siprianus Sadipun kepada Pos Kupang, kemarin, sambil menunjuk sebidang tanah di depan bekas Gereja Paroki Ndona. Dan, benar, almarhum dimakamkan di depan bekas Gereja Paroki Ndona, Senin (10/4). (rom)